Monday, January 16, 2012

KELUARGA BARU PELAJARAN BARU

Perjalanan berlanjut manuju bukit sikunir dengan modal nekat dan memberanikan bertanya kepada warga yang ada akhirnya kita menemukan desa yang dimana disana terdapat bukit sikunir yang terkenal sebagai spot terbaik se-Asia Tenggara untuk melihat matahari terbit (sunrise). Kami kebingungan karena kami datang di desa tersebut ketika sore hari dan fajar mulai menyingsing ke ufuk barat sehingga suasana sudah mulai gelap.
Jalan menuju ke bukit terdapat danau yang besar dan di pinggiran danau banyak sekali petani kentang dan warga yang sedang memancing, bukit sikunir sudah berdiri kokoh di hadapan kami. Pilihan tepat adalah kita langsung mendaki bukit tersebut dan nge-camp di sana, tetapi kami belum mengetahui medan bukit tersebut entah berapa jam kita harus mendaki ke puncak bukit tersebut. Akhirnya kami memutuskan untuk menginap di pinggir danau saja lalu pagi hari kita baru mendaki bukit tersebut untuk menyaksikan matahari terbit.

Kami langsung menanyakan ke pak petani (niatnya kami akan menumpang di lahannya untuk mendirikan tenda dan bermalam disana) tapi na’as, kami di bolehkan menggunakan lahannya tetapi motor yang kami bawa harus di titipkan di rumahnya dan yang bikin na’as dia minta tarif setiap motor tarifnya Rp 50.000 (mahal banget kan :’( ). Lalu ada bapak baik hati beliau adalah salah satu bapak-bapak yang sedang mancing, beliau menyarankan kami untuk ikut kerumahnya, beliau mangajak kami ngobrol-ngobrol terlebih dahulu (sumpah kami merasakan kehangatan banget bisa bertemu dengan beliau).
Dengan obrolan ringan kami menuju ke rumah bapak tersebut dan kami mandapatkan informasi ternyata bapak petani yang tadi menawarkan menitipkan motor itu ternyata agak stres (untung baapaknya ga mencak-mencak, nakutin kalo ribut ma orang stress hihihihi). Setelah sampai di depan rumah bapak baik hati kami disambut oleh bebrapa pemuda di sana (sumpah merinding rasanya menceritakan ini karna kami benar-benar merasakan hangatnya sebuah keluarga). Kami masuk ke dalam dan berbincang di awali dengan perbincanagn ringan menanyakan asal dan tujuan kami. Kami di suguhi teh manis hangat dan arang panas yang gunannya untuk menghangatkan tubuh (maklum disana dingin banget, suhu di desa tersebut antara 12-13oC).
Panggilan untuk sholat magrib sudah berkumandang kami pun melaksakan sholat magrib terlebih dahulu di masjid desa tersebut, sungguh luar biasa di salah satu desa yang menurut gue desa yang letaknya agak pedalaman tetapi masjidya sungguh megah berdiri tiga lantai dan ramai oleh anak-anak dan pemuda yang sudah berpakain rapi untuk menghadap Allah SWT (kagum ketika melihat para anak laki-laki sudah berpakain peci dan yang perempuan menggunakan kerudung padahal umur mereka masih kanak-kanak, pendidikan agama di desa ini sungguh kuat dan di ajarkan oleh guru-guru terbaik yaitu orang tua mereka sendiri).
Bila di telaga warna kita sudah merasakan kedinginan, ketika berwudhu di desa yang kami singgahi ini lebih dingin lagi (kami pun merasa enggan untuk berwudhu karena airrnya terasa horor sekali :-D). Selesai sholat magrib kami langsung men-jama sholat isya, dan kembali ke rumah bapak yang baik hati (sorryy sob, gue ga tahu nama bapaknya jadi pake bapak baik hati deh). Ternyata bapaknya belum pulang tapi disana kita di temani oleh mas-mas baik hati juga , adik dari bapak baik hati tadi, dan yang membuat kita kaget adalah ternyata di ruang kami berkumpul sudah di sajikan makanan lengkap (nasi yang masih mengeluarkan asap, sayur kentang yang masih panas, tempe bacem, sambal hitam), (seriusan menggugah selera, dasar perut lagi laper banget :-[ ) tapi rasanya kami keterlaluan banget bila menerima dan memakan suguhan tersebut, bapak baik hati memang terlalu baik.
Lalu datang si ibu mungkin istri dari si bapak baik hati, mereka tetap memaksa kami untuk menikmati makanan yang  telah di sajikan, tidak enak memang menolak pemberian tapi kami sungguh tidak enak bila terlalu merepotkan (menurut dosen ISBD katanya budaya orang Jawa akan merasa senang sekali ketika kita memakan makanan yang mereka suguhi) tapi kami galau, posisi perut lapar tapi kami sungguh tidak enak, akhirnya si Ibu memaksa langsung mengambil piring dan memasukan nasi tetapi Udin sudah seperti pahlawan menolak dengan bahasa Jawa, kurang lebih seperti ini logatnya
“mboten sah lah buu, ngerepotke”,
si ibu tetap tak bergeming “ra popo mas, kulo seneng nek iso bantu”
 tetapi kami tetap tidak mau makan, dan akhirnya si Ibu menyerah dengan wajah kecewa, sungguh tidak enak dalam posisi seperti ini, akhirnya gue mengalihkan pembicaraan dan bertanya ke pada mas baik hati,
“mas disini koq ada buah yang kaca cabe, tapi gede-gede banget, itu cabe yah?” (masi dengan logat bahasa Indonesia yang jelas, maklum gue blom bisa pake logat jawa, susah cooooyyy).
“iya mas, nek cabe di sini yo gede-gede kaya gitu” jawabnya.
Gue langsung bertanya lagi panasaran “itu pedes ga mas cabenya” (pertanyaan bodoh, namanya cabe ya pasti pedes, tapi maksud gue level pedesnya berapa gitu :-D).
“woooo, puedes banget mas, makanya makan dulu yo biar bisa tahu rasanya” ajaknya masih belu menyerah merayu kami agar makan.
(jangan bilang siapa-siapa yah, Sebeneranya gue tergoda dengan sayur kentang yang masih panas itu haduuuuhhhh laperrr, dan gue merhatiin si Prast dia kayanya tergoda banget ma tempe bacem itu, ga usah munafik yah kami ber-empat sebenarnya kelaparan :-D ).
Kami masih kuat dalam pertahan agar kami tidak memakan sajian yang saat itu menjadi santapan terenak karena kami kelaparan. Kami masih kebingungan bagaimana kita nanti kalo naik ke bukit karena kita ga bawa kompor (mau masak pake apa coba) si mas menyarankan kami agar pake kompor areng saja, dan lagi-lagi kurang baik apa si bapak dan mas-mas ini , mereka meminjami kami kompor arang.
Saat ini kita hanya tinggal membeli arang, akhirnya bertanya,
“mas beli arang di sebelah mana yah?” tanya Prast.
Mas nya menjawab dengan simple “ah wis tutup mas, nganggo sing iki wae”.
Lagi-lagi bukan hanya kompornya, arengnya pun kita di beri dan di suru mengambil sebanyak-banyaknya agar tidak kekurangan (sedih bercampur bahagia, mereka sudah seperti keluarga kami, mereka menyuguhi dan memberikan semua apa yang kta butuhkun, di desa yang sangat jauh dari hiruk pikuk ramainya kota, di desa yang sangat jauh ddengan orang tua kami tetapi kami menemukan sebuah kehangatan keluarga yang perhatiannya sangat besar, luar biasanya bangsa Indonesa bukan hanya pada tempat-tempat Indah tetapi pada kearifan warga dan keramah tamahannya pun tidak usah di pertanyakan lagi Gua CINTA INDONESIA). Perjalanan yang sungguh memebrikan makna yang luar biasa kita bisa merasakan betepa hangatnya warga di desa ini, yang notebene 99% petani kentang, sejauh mata memandang hamparan ladang kentang menemani kami di desa ini di tambah dengan suasana kehangatan yang di berikan oleh keluarga kecil penyelamat kami.
Karena takut kemalaman akhirnya kami langsung bergegas bersiap-siap dan siap mandaki dan menginap di tanahnya yang lembab dan suhunya yang dingin. Ketika kami mau berangkat kami kebingungan ternyata di antara kami tidak ada yang membawa senter, kami bingung lalu Isma berkata.
“yaudah senter hape ku aja”.
Aku bertanya ragu, “emang terang is?”
Rupanya si mas baik hati menagkap pembicaraan kami dan memberikan senternya,
iki nggowo wae mas, tenang wae” dengan memberikan senter tersebut kepada Prast. Prast menanyakan ke mas baik hati, “mas nya mau pake ga? Kalo mau di pake ga usah mas”.
“ora koq, wis di nggo wae” jawabnya.
Kalian bisa tau betapa baiknya mas tersebut bukan, langka lho bisa menemukan orang seperti mereka, (Insya Allah kami akan kesana lagi kelak bila ada waktu sekedar bersilaturahmi dan mengunjungi bukit sikunir untuk kedua kalinya).
Perjalanan ke bukit sikunir di mulai..........

No comments:

Post a Comment