Wednesday, January 11, 2012

MENGINJAK TANAH DIENG

Perjalanan berlanjut perjalanan tak semulus rencana karena sepanjang perjalanan cuaca mendung dan kami harus berpacu dengan waktu karena kami belum tahu berapa lama kami akan sampai ke “DIENG” di kawatirkan kami akan kemalaman dan tidak sempat mencari tempat untuk nge-camp yaitu tujuan kami adalah menginap di "bukit sikunir". Sebelum kami berangkat kami di beritahu oleh Anand bahwa kita akan melewati telaga "menjer" sehingga Anand memberikan saran agar kami mampir dulu untuk menikmati dan sekedar poto-poto di sana. Sesampainya di salah satu plang yang menunjukan arah ke telaga menjer kami langsung mengikuti arah dengan rasa penasaran seperti apa "telaga menjer" itu, sepanjang perjalanan di samping jalan kami terdapat pipa penyalur air dari telaga menjer yang pipanya sangat besar sekali kemungkinan diameter dari pipa itu sekitar 2 sampai 3 meter. Sesampainya kami di telaga menjer kami dapat menikmati indah dan tenangnya telaga tersebut dan tak lupa kami poto-poto sejenak dan menyaksikan betapa indahnya telaga tersebut, tetapi terdapat kekurangan di mana banyaknya sampah berserakan di pinggiran telaga mengurangi keindahan telaga tersebut rupanya masyarakat belum juga sadar untuk dapat membuang sampah pada tempatnya.


Sekitar satu jam kami di telaga menjer kami meneruskan perjalanan karena hujan mulai turun setelah bertanya ke abang syomay (eiiitss, kita ga Cuma tanya yah kita beli juga lhooo syomay si abangnya) ternyata dieng masih sekitar 10 kilo meter lagi dari telaga menjer setelah melahap habis tuh siomay tanpa bersisa (makluuun lapaaar cuuuy) kami langsung menuju “DIENG” perjalanan mulus melewati pemandangan yang di sajikan di kanan kiri kita, kita melewati jalan yang di kanan kirnya terdapat perkebunan yang berbentuk bukit berisi tanaman jagung, cabai dan kubis, aroma “DIENG” semakin terasa kita rasakan, perjalanan semakin berat (alaayyy coooy :-D) hujan turun dan kabut meutupi jalan tetapi kami tetap melanjutkan perjalanan dan tak henti-henti terbahak-bahak di jalanan rasanya bangga ketika melihat plang jalan bahwa “DIENG” 2 kilo meter lagi, bangga rasanya akhirnya kita bisa juga sampai di “DIENG”  meskipun belum benar-benar sampai.
Perjalanan yang kami lalui sudah seperti jalan di daerah puncak bogor karena jalannya berkelak-kelok sesuai dengan medan karena menanjak sehingga kami harus hati-hati karena banyak mobil truk pembawa kentang dari arah “DIENG” menuju ke bawah, bicara soal kentang ada cerita lucu ketika pertama kali kita melihat kentang berserakan di lahan tanaman kentang, sepertinya kentang itu baru di panen dan masih berserakan, kami berhenti sejenak ketika melihat banyak kentang disana kami menyaksikannya langsung dan gue berkata “booooyyy, kentang boooyyy berserakan” betapa senangnya kami karena ini adalah indikasi bahwa “DIENG” semakin dekat sebab kentang hanya akan tumbuh di daerah yang dingin yaitu di “DIENG”. Karena suara gue yang keras bapak petani hampir menghampiri kami, mungkin beliau menyangka kami ingin membeli kentannya, sejurus kemudian kami langsung tancap gas meninggalkan kentang yang berserakan tadi (takut di suruh beli lagi, jadi mening ambil jalan aman hahaha)
Sesampainya di pertigaan yang terdapat tugu tulisan Wonosobo dan ada baner yang menggambarkan beberapa tempat wisata “DIENG” kami berhenti sejenak dan tak lupa kami poto-poto dulu (ini penting coooyy, bagian dari dokumentasi salah satu fungsinya untuk pamer ke temen-temen yang ga ikut :-D). Gue teringat sesuatu ternyata tugu ini adalah gambar yang ada di majalah backpacking yang gue donlot (senengnya minta ampun coooy, bisa juga liat ini langsung di depan kepala gue, hehe)

Ada kejadiaan lucu di tugu ini, karena kita kebingungan harus kemana dan “DIENG” itu dimana akhirnya kami memutuskan untuk bertanya ke bapak-bapak penjual mie ayam, Prast pun langsung bertanya, kurang lebih kaya gini nih (sory coooy kalo agak ngawur soalnya gue ga mudeng bahas jawa, vocab gue masih minim :-D). pak “DIENG” pundi yah pak” tanya Prast ke bapak tukang mie ayam yang lewat di depan kami, tak pikir panjang si bapak langsung menjawab dengan lantang “niki “DIENG” mas, pripun?” (mampus loooo, kita dah di “DIENG” akhirnya bingung dan mau pegimana) langsung saja kita menanyakan pertanyaan insindental “ooohhhh, nek telogo werno pundi pak” (dari pada kikuk mending tanya yang agak berbobot, tapi ini menunjukan bahwa kita bodoh, padahal di baner sudah jelas terpampang bahwa telaga warna kira-kira sekitar satu kilo meter lagi ke arah kiri kita hahahah, agak sedikit konyol), dan si bapak pun langsung mnjawab (karena gu lupa si bapak bilang apa jadi pake bahasa Indonesia aja yah aja yah) “ke arah sini mas kira-kira satu kilo meter lagi”
Dan telaga warna pun telah menanti kami........

cerita selanjutnya asiiiikkk lhooooo :-)

3 comments:

  1. saya mantan supir truk pengangkut kentang..
    :)
    snang tiap hari ke dieng,liat pemandangan indah..

    ReplyDelete
  2. iyah pemandangannya mantap, suasananya juga dingin mata di manjakan dengan pemandangan :D

    ReplyDelete