Indonesia Mengajar sudah genap 5
tahun yang artinya sudah ada 10 angkatan pengajar muda Indonesia mengajar. Saat
ini angkatan 9 dan angkatan 10 sedang melaksanakan tugasnya di 17 kabupaten
yang tersebar di seluruh Indonesia. Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar,
saat ini Indonesia Mengajar sudah menjadi magnet anak-anak muda dan
mahasiswa-mahasiswa hal ini terbukti di setiap angkatan jumlah pendaftar yang
semakin meningkat bahkan bisa mencapai lebih dari 10.000 pendaftar.
Tagline "mengabdi" nampaknya bisa menggugah jiwa nasionalisme
anak-anak bangsa sehingga berbondong-bondong mereka mencari informasi tentang
Indonesia Mengajar dan mendaftarkan diri untuk turut serta menjadi bagian dari
Indonesia Mengajar karena ingin Melunasi Janji Kemerdekaan yaitu ikut
mencerdaskan generasi penerus bangsa. Sesuai dengan pernyataan Bapak Anies
Baswedan (Pencetus Gerakan Indonesia Mengajar) “mendidik adalah tugas kaum terdidik sebagai bagian dari pelunasan
janji kemerdekaan”.
Syukur alhamdulillah saya bisa
menjadi bagian dari sekian banyak anak muda yang beruntung untuk bisa menjadi
Pengajar Muda Indonesia Mengajar, saya akan bertugas selama satu tahun lamanya
di kabupaten Maluku Tenggara Barat, tanah Tanimbar akan menjadi tempat belajar
saya selama satu tahun, tempat pengabdian 7 anak muda yang ditempatkan di
kabupaten yang memiliki slogan “Duan
Lolat”.Ketika saya membaca jurnal Pengajar
Muda angkatan 8 saya dapat mengambil kesimpulan persoalan-persoalan terkait
pendidikan di kabupaten yang baru berusia 16 tahun ini adalah masih kurangnya
Sumber pendidik di setiap sekolah-sekolah. Banyak persoalan didalamnya mulai
dari penempatan guru yang tidak merata hingga guru-guru yang tidak disiplin
dalam memenuhi kewajibannya. Yang paling menyedihkan di salah satu desa
penempatan Pengajar Muda hampir 100% guru memenuhi kewajibannya untuk hadir di
kelas dan menemani murid-muridnya belajar bersama, dan hal ini terjadi pula di
beberapa desa yang lain.
Ketika saya menuju lokasi desa saya
yang terkenal sekali di kabupaten ini, pulau kami terkenal akan jaraknya yang
jauh dan gelombangnya yang besar, banyak masyarakat MTB belum pernah kesana
bahkan mungkin enggan pergi kesana. Karena tidak ada kapal maka saya harus
menggunakan kapal motor atau longboat
yang kapasitas penumpangya tidak lebih dari 10 orang. Selama perjalanan kami
terus menerjang gelombang yang begitu besar, baru kali ini saya menyebrang
sebuah lautan dengan gelombang yang besar dan hasilnya pakaian saya basah
kuyup. Perjalanan menghabiskan waktu 7 jam
meliuk-liuk di dalam gelombang angin barat yang tingginya bisa mencapai 3-4
meter. Betapa tangguh orang-orang MTB mereka bisa bertahan dengan gelombang
besar yang harus mereka lewati sehari-harinya.
Saya berfikir bahwa ini akan
saya jalani selama setahun lamanya, bila saya harus ke kabupaten mau tidak mau
saya harus melewati lautan ini karena memang geografis Maluku Tenggara Barat yang
berbentuk gugusan-gugusan pulau sehingga transportasi laut lah yang menjadi
kunci utama.Setelah medapatkan pengalaman perjalanan
yang jauh dan butuh usaha yang besar untuk mencapai lokasi tugas, saya memiliki
pandangan lain tentang pengabdian.
Persoalan yang terjadi di kabupaten ini
tidak begitu sederhana, mungkin hal ini pun terjadi di wilayah Indonesia bagian
Timur yang memiliki geografis kepulauan sehingga sektor pendidikan di kawasan
ini seolah lamban dan jauh teringgal di banding kawasan barat. Lagi-lagi barat
seolah menjadi kiblat majunya sebuah peradaban, dan memang itu realita yang
terjadi di negeri yang kita cintai ini. Mungkin saya hanya akan melewati
ini selama satu tahun, coba kita lihat guru-guru tetap di sini, mereka akan
melewati kondisi alam yang begitu lama hingga mereka pensiun, hingga tugas
mereka berakhir, belum lagi persoalan penempatan mengajar yang sering
menyebabkan mereka (guru) harus meninggalkan kampung halamnnya untuk mengajar
di pulau lain.
Saya mendapatkan pembelajaran bahwa mendidik bukan hanya
berhenti pada proses pekerjaan, bukan hanya berbicara pada persoalan profesi,
tetapi didalamnya tertanam sebuah pengabdian yang membuat mereka masih konsisten
untuk tetap berjalan setiap harinya menuju sekolah untuk menghiasi senyum
murid-muridnya yang setiap hari menanti di dalam kelas.
Meskipun banyak persoalan dalam
sektor pendidikan yang mungkin kita (Pengajar Muda) tidak bisa selesaikan
karena sudah bukan menjadi otoritas kita. Kita patut berbangga dan senang
melihat guru-guru yang masih konsisten untuk menghidupi sebuah “pengadian” yang mereka lakukan di bumi
pertiwi ini. Akhirnya saya berfikir bahwa kami (Pengajar Muda) bukan
siapa-siapa yang saat ini banyak orang yang menyanjungnya, justru kita harus
menyanjung guru-guru yang masih konsisten dijalannya untuk tetap memenuhi
sebuah kewajibanya meskipun banyak kekurangan dan rintangan.“pengabdian itu mahal harganya karena sebuah pengabdian tidak akan
ternilai dengan mata uang manapun, saya angkat topi untuk mereka yang masih
konsisten di jalan ini (pengabdian)”
Jarot Dwi Handoko (Pengajar Muda X,
Kabupaten Maluku Tenggara barat)
Syukur alhamdulillah saya bisa
menjadi bagian dari sekian banyak anak muda yang beruntung untuk bisa menjadi
Pengajar Muda Indonesia Mengajar, saya akan bertugas selama satu tahun lamanya
di kabupaten Maluku Tenggara Barat, tanah Tanimbar akan menjadi tempat belajar
saya selama satu tahun, tempat pengabdian 7 anak muda yang ditempatkan di
kabupaten yang memiliki slogan “Duan
Lolat”.Ketika saya membaca jurnal Pengajar
Muda angkatan 8 saya dapat mengambil kesimpulan persoalan-persoalan terkait
pendidikan di kabupaten yang baru berusia 16 tahun ini adalah masih kurangnya
Sumber pendidik di setiap sekolah-sekolah. Banyak persoalan didalamnya mulai
dari penempatan guru yang tidak merata hingga guru-guru yang tidak disiplin
dalam memenuhi kewajibannya. Yang paling menyedihkan di salah satu desa
penempatan Pengajar Muda hampir 100% guru memenuhi kewajibannya untuk hadir di
kelas dan menemani murid-muridnya belajar bersama, dan hal ini terjadi pula di
beberapa desa yang lain.
Ketika saya menuju lokasi desa saya
yang terkenal sekali di kabupaten ini, pulau kami terkenal akan jaraknya yang
jauh dan gelombangnya yang besar, banyak masyarakat MTB belum pernah kesana
bahkan mungkin enggan pergi kesana. Karena tidak ada kapal maka saya harus
menggunakan kapal motor atau longboat
yang kapasitas penumpangya tidak lebih dari 10 orang. Selama perjalanan kami
terus menerjang gelombang yang begitu besar, baru kali ini saya menyebrang
sebuah lautan dengan gelombang yang besar dan hasilnya pakaian saya basah
kuyup. Perjalanan menghabiskan waktu 7 jam
meliuk-liuk di dalam gelombang angin barat yang tingginya bisa mencapai 3-4
meter. Betapa tangguh orang-orang MTB mereka bisa bertahan dengan gelombang
besar yang harus mereka lewati sehari-harinya.
Saya berfikir bahwa ini akan
saya jalani selama setahun lamanya, bila saya harus ke kabupaten mau tidak mau
saya harus melewati lautan ini karena memang geografis Maluku Tenggara Barat yang
berbentuk gugusan-gugusan pulau sehingga transportasi laut lah yang menjadi
kunci utama.Setelah medapatkan pengalaman perjalanan
yang jauh dan butuh usaha yang besar untuk mencapai lokasi tugas, saya memiliki
pandangan lain tentang pengabdian.
Persoalan yang terjadi di kabupaten ini
tidak begitu sederhana, mungkin hal ini pun terjadi di wilayah Indonesia bagian
Timur yang memiliki geografis kepulauan sehingga sektor pendidikan di kawasan
ini seolah lamban dan jauh teringgal di banding kawasan barat. Lagi-lagi barat
seolah menjadi kiblat majunya sebuah peradaban, dan memang itu realita yang
terjadi di negeri yang kita cintai ini. Mungkin saya hanya akan melewati
ini selama satu tahun, coba kita lihat guru-guru tetap di sini, mereka akan
melewati kondisi alam yang begitu lama hingga mereka pensiun, hingga tugas
mereka berakhir, belum lagi persoalan penempatan mengajar yang sering
menyebabkan mereka (guru) harus meninggalkan kampung halamnnya untuk mengajar
di pulau lain.
Saya mendapatkan pembelajaran bahwa mendidik bukan hanya
berhenti pada proses pekerjaan, bukan hanya berbicara pada persoalan profesi,
tetapi didalamnya tertanam sebuah pengabdian yang membuat mereka masih konsisten
untuk tetap berjalan setiap harinya menuju sekolah untuk menghiasi senyum
murid-muridnya yang setiap hari menanti di dalam kelas.
No comments:
Post a Comment