Solo merupakan salah satu tujuan para wisatawan baik
mancanegara maupun wisatawan domestik. Banyak sekali tempat-tempat wisata yang
wajib dikujungi di Solo diantaranya Keraton, Pasar Klewer, Taman Sriwedari,
Taman Bale Kambang, dan masih banyak lagi. Selain itu sepeninggalan Pak Jokowi
Kota Solo terkenal dengan “City Walk” yang
artinya kota yang ramah untuk pejalan kaki. Atas dasar itulah maka kami mencoba
untuk menjelajahi kota Solo dengan berjalan kaki.
Dimulai dari Jogjakarta menuju Solo dengan harapan
Kota Solo begitu bersahabat dengan kami, karena kami tanpa persiapan dan hanya
bermodalkan internet tempat-tempat mana saja yang harus kami datangi.
Stasiun Solo Balapan menjadi awal petualangan kami
di Solo, karena bingung harus kemana akhirnya kami menggunakan istilah Keraton
agar mudah. Setiap bertanya kepada warga kami menanyakan arah menuju Keraton
Solo yang ternyata ada dua, Keraton Kasunanan dan Keraton Mangkunegaran.
setelah mendapat pencerahan dari bapak Parkir yang
bernama Pak Budi Wijayanto, beliau begitu ramah bahkan sampai menawarkan
beberapa pertanyaan lagi seperti “ayo
tanya apa lagi?” akhirnya kami sampaikan semua pertanyaan yaitu letak semua
tempat wisata dan akhirnya kami buat itenary
tentang Solo dan tempat pertama adalah Keraton Kasunanan karena keraton
tersebut letaknya di tengah kota Solo bergabung dengan Alun-Alun, Masjid Agung
dan Pasar Klewer yang menjadi magnet utama Kota Solo. Satu kesimpulan lain
dapat di tarik, bahwa benar adanya orang Solo begitu ramah, baik dan sederhana.
Setelah berjalan entah berapa kilometer jauhnya
akhirnya kami melewati pasar Klewer yang terkenal dengan batiknya. Tapi ada
kekurangpuasan dalam hati melihat pinggiran yang tak tertata. Sudah seharunya
ini menjadi program pemerintah agar bisa membuat pasar ini menjadi lebih rapih
dan enak terlithat karena Pasar Klewer ini adalah trademark nya Solo dan yang mengunjungi bukan hanya orang Solo
bahkan dari Mancanegara, akan lebih baik bila pasar ini di rubah menjadi lebih
cantik.
Tidak begtu lama di pasar Klewer karena tujuan kami
adalah Keraton yang banyak di bicarakan orang. Setelah menlanjutkan akhirnya
sampai pada pendopo depan dan akhirnya membeli tiket dengan harga Rp 10.000/
orang. Sempat kebingungan bagaimana masuk ke Keraton Solo karena tempat kami
membeli tiket masih jauh ke Keraton yang sebenarnya. Setelah menyusuri jalanan
dan melewati beberapa pedagang kaki lima akhirnya kami sampai di muka keraton
dengan masuk lewat arah samping. Disana sudah banyak wisatawan yang mau masuk
dan keluar dari museum keraton Kasunanan. Setelah masuk ke dalam keraton ada
rasa ketenangan yang begitu terasa, di dalamnya begitu sepi meskipun banyak
wisatawan yang berkunjung tetapi sunyi itu tetap terasa. Rasa penasaran masih
terasa akhirnya kami memasuki halaman pendopo keraton dengan syarat melepas
sandal, tetapi bila menggunakan sepatu di perbolehkan tidak di lepas.
Rasa kagum mulai bermunculan melihat halaman ini
yang penuh dengan pohon “sawo kecik” setelah mengabadikan beberapa momen kami
menjelajahi halam tersebut meskipun di berbagai sudut ada papan bertuliskan
tidak boleh melintasinya. Banyak wisatawan yang berkunjung di jelaskan oleh
para guide, karena kami peminat
jalan-jalan hemat maka kami hanya nimbrung-nimbrung saja pada kelompok
tersebut dengan diam-diam.
Kami di dekati oleh bapak-bapak yang membawa beberapa
buah Sawo Kecik untuk di tunjukan kepada kami, setelah berkenalan beliau bernama Pak Tono. Lalu terjadilah perbincangan
yang menarik mulai dari acara rutin di Keraton, para penari keraton, raja-raja
keraton, bangunan keraton hingga abdi dalem keraton. Kami mulai tertarik
dengan pembicaraan abdi dalem keraton karena jumlahnya yang begitu banyak
sekitar 600 orang abdi dalem dan 25 orang abdi dalem bagian bersih-bersih. Beliau
adalah salah satu dari abdi dalem yang mebersihkan halaman dari daun-daun yang
berjatuhan sehingga kami dapat guide gratisan.
Beliau begitu antusias menjawab
pertanyaan-oertanyaan dari kami yang mengulas semua tentang keraton, kami
menarik dengan pembicaraan permasalahan abdi dalem. Mungkin ini terlalu tabu
untuk di perbincangkan dan terlalu sensitif tetapi hal ini mengandung makna
implisit yang begitu dalam mengenai sebuah pengabdian seorang rakyat kepada
rajanya yang tanpa pamrih sedikitpun.
Menurut penuturan Pak Tono dari ke 600 abdi dalem
tidak ada satupun yang di gaji atau di beri uang pesangon oleh keraton,
semuanya atas dasar pengabdian dan keikhlasan padahal mereka ada juga yang
berasal dari daerah luar Solo, untuk abdi dalem bagian bersih-bersih mendapatkan
gaji Rp 6000 setiap Bulannya, hal ini menujukan betapa cintanya rakyat kepada
raja yang menjadi pemimpinnya.
Bila kita lihat dari segi materi mungkin hal tersebut
tidak logis dan tidak wajar dengan kehidupan yang saat ini semakin mengarah
kepada kebutuhan yang tinggi, tetapi buktinya mereka masih setia kepada
kerajaan atas dasar pengabdian dan kecintaan pada karajaan dan tanah Air. Hal ini
bisa kita hubungkan dengan rasa Nasionalisme yang tinggi bahwa sejatinya rakyat
kita sangat mencintai bangsa yang indah ini. Begitu setianya para abdi dalem
kepada kerajaan dan mereka ikhlas bekerja tanpa pamrih ini menujukan kecintaan
yang amat luar biasa pada tanah air. Tahukah kalian bahwa bangsa ini terbentuk
atas dasar kerajaan-kerajaan terdahulu sehingga betapa mencintainya rakyat
kepada tanah air tercinta.
Makna implisit yang dapat kami ambil adalah bangsa
ini sudah seharunya mengutamakan kepentingan rakyat karena sejatinya rakyat itu
selalu mencintai tanah air ini mau bagaimanapun bentuknya. Dari informasi ini
kami belajar betapa pentingnya rasa cinta yang begitu dalam untuk bangsa ini di
mulai dari ruang-ruang yang kecil maka akan membetuk rasa kecintaan yang begitu
besar untuk bangsa tercinta.
Meskipun kami mendatangi beberapa tempat setelah
Keraton tapi rasa paling berkesan berada di Keraton tersebut yang sayarat
dengan ilmu, sejarah, dan kesederhanaan para abdi dalemnya.
Dari Solo kita belajar.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete