Sunday, November 24, 2013

DARI SOLO KAMI BELAJAR


Solo merupakan salah satu tujuan para wisatawan baik mancanegara maupun wisatawan domestik. Banyak sekali tempat-tempat wisata yang wajib dikujungi di Solo diantaranya Keraton, Pasar Klewer, Taman Sriwedari, Taman Bale Kambang, dan masih banyak lagi. Selain itu sepeninggalan Pak Jokowi Kota Solo terkenal dengan “City Walk” yang artinya kota yang ramah untuk pejalan kaki. Atas dasar itulah maka kami mencoba untuk menjelajahi kota Solo dengan berjalan kaki.
Dimulai dari Jogjakarta menuju Solo dengan harapan Kota Solo begitu bersahabat dengan kami, karena kami tanpa persiapan dan hanya bermodalkan internet tempat-tempat mana saja yang harus kami datangi.
Stasiun Solo Balapan menjadi awal petualangan kami di Solo, karena bingung harus kemana akhirnya kami menggunakan istilah Keraton agar mudah. Setiap bertanya kepada warga kami menanyakan arah menuju Keraton Solo yang ternyata ada dua, Keraton Kasunanan dan Keraton Mangkunegaran.
setelah mendapat pencerahan dari bapak Parkir yang bernama Pak Budi Wijayanto, beliau begitu ramah bahkan sampai menawarkan beberapa pertanyaan lagi seperti “ayo tanya apa lagi?” akhirnya kami sampaikan semua pertanyaan yaitu letak semua tempat wisata dan akhirnya kami buat itenary tentang Solo dan tempat pertama adalah Keraton Kasunanan karena keraton tersebut letaknya di tengah kota Solo bergabung dengan Alun-Alun, Masjid Agung dan Pasar Klewer yang menjadi magnet utama Kota Solo. Satu kesimpulan lain dapat di tarik, bahwa benar adanya orang Solo begitu ramah, baik dan sederhana.
Setelah berjalan entah berapa kilometer jauhnya akhirnya kami melewati pasar Klewer yang terkenal dengan batiknya. Tapi ada kekurangpuasan dalam hati melihat pinggiran yang tak tertata. Sudah seharunya ini menjadi program pemerintah agar bisa membuat pasar ini menjadi lebih rapih dan enak terlithat karena Pasar Klewer ini adalah trademark nya Solo dan yang mengunjungi bukan hanya orang Solo bahkan dari Mancanegara, akan lebih baik bila pasar ini di rubah menjadi lebih cantik.
Tidak begtu lama di pasar Klewer karena tujuan kami adalah Keraton yang banyak di bicarakan orang. Setelah menlanjutkan akhirnya sampai pada pendopo depan dan akhirnya membeli tiket dengan harga Rp 10.000/ orang. Sempat kebingungan bagaimana masuk ke Keraton Solo karena tempat kami membeli tiket masih jauh ke Keraton yang sebenarnya. Setelah menyusuri jalanan dan melewati beberapa pedagang kaki lima akhirnya kami sampai di muka keraton dengan masuk lewat arah samping. Disana sudah banyak wisatawan yang mau masuk dan keluar dari museum keraton Kasunanan. Setelah masuk ke dalam keraton ada rasa ketenangan yang begitu terasa, di dalamnya begitu sepi meskipun banyak wisatawan yang berkunjung tetapi sunyi itu tetap terasa. Rasa penasaran masih terasa akhirnya kami memasuki halaman pendopo keraton dengan syarat melepas sandal, tetapi bila menggunakan sepatu di perbolehkan tidak di lepas.
Rasa kagum mulai bermunculan melihat halaman ini yang penuh dengan pohon “sawo kecik” setelah mengabadikan beberapa momen kami menjelajahi halam tersebut meskipun di berbagai sudut ada papan bertuliskan tidak boleh melintasinya. Banyak wisatawan yang berkunjung di jelaskan oleh para guide, karena kami peminat jalan-jalan hemat maka kami hanya nimbrung-nimbrung saja pada kelompok tersebut dengan diam-diam.
Kami di dekati oleh bapak-bapak yang membawa beberapa buah Sawo Kecik untuk di tunjukan kepada kami, setelah berkenalan beliau bernama Pak Tono. Lalu terjadilah perbincangan yang menarik mulai dari acara rutin di Keraton, para penari keraton, raja-raja keraton, bangunan keraton hingga abdi dalem keraton. Kami mulai tertarik dengan pembicaraan abdi dalem keraton karena jumlahnya yang begitu banyak sekitar 600 orang abdi dalem dan 25 orang abdi dalem bagian bersih-bersih. Beliau adalah salah satu dari abdi dalem yang mebersihkan halaman dari daun-daun yang berjatuhan sehingga kami dapat guide gratisan.
Beliau begitu antusias menjawab pertanyaan-oertanyaan dari kami yang mengulas semua tentang keraton, kami menarik dengan pembicaraan permasalahan abdi dalem. Mungkin ini terlalu tabu untuk di perbincangkan dan terlalu sensitif tetapi hal ini mengandung makna implisit yang begitu dalam mengenai sebuah pengabdian seorang rakyat kepada rajanya yang tanpa pamrih sedikitpun.
Menurut penuturan Pak Tono dari ke 600 abdi dalem tidak ada satupun yang di gaji atau di beri uang pesangon oleh keraton, semuanya atas dasar pengabdian dan keikhlasan padahal mereka ada juga yang berasal dari daerah luar Solo, untuk abdi dalem bagian bersih-bersih mendapatkan gaji Rp 6000 setiap Bulannya, hal ini menujukan betapa cintanya rakyat kepada raja yang menjadi pemimpinnya.
Bila kita lihat dari segi materi mungkin hal tersebut tidak logis dan tidak wajar dengan kehidupan yang saat ini semakin mengarah kepada kebutuhan yang tinggi, tetapi buktinya mereka masih setia kepada kerajaan atas dasar pengabdian dan kecintaan pada karajaan dan tanah Air. Hal ini bisa kita hubungkan dengan rasa Nasionalisme yang tinggi bahwa sejatinya rakyat kita sangat mencintai bangsa yang indah ini. Begitu setianya para abdi dalem kepada kerajaan dan mereka ikhlas bekerja tanpa pamrih ini menujukan kecintaan yang amat luar biasa pada tanah air. Tahukah kalian bahwa bangsa ini terbentuk atas dasar kerajaan-kerajaan terdahulu sehingga betapa mencintainya rakyat kepada tanah air tercinta.
Makna implisit yang dapat kami ambil adalah bangsa ini sudah seharunya mengutamakan kepentingan rakyat karena sejatinya rakyat itu selalu mencintai tanah air ini mau bagaimanapun bentuknya. Dari informasi ini kami belajar betapa pentingnya rasa cinta yang begitu dalam untuk bangsa ini di mulai dari ruang-ruang yang kecil maka akan membetuk rasa kecintaan yang begitu besar untuk bangsa tercinta.
Meskipun kami mendatangi beberapa tempat setelah Keraton tapi rasa paling berkesan berada di Keraton tersebut yang sayarat dengan ilmu, sejarah, dan kesederhanaan para abdi dalemnya.
Dari Solo kita belajar.


1 comment: